Gelar Sastra Indonesia, Mahasiswa Nobar dan Diskusi Dokumenter Pramoedya

Pada hari Rabu siang (8/11), penonton di Lab. Microteaching UIT Lirboyo Kediri disajikan dengan pengalaman mendalam melalui film dokumenter berjudul “Mendengar Si Bisu Menyanyi”. Film ini mengangkat kehidupan dan karya sastrawan besar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer. Film ini menarik perhatian banyak orang dengan menyajikan cerita yang menggugah dan mengesankan. Kegiatan ini merukapan salah satu rangkaian “Gelar Sastra Indonesia” yang diselenggarakan Prodi Tadris Bahasa Indonesia UIT Lirboyo Kediri.

Film dokumenter ini, yang diproduksi Yayasan Lontar, membawa penonton dalam perjalanan retrospektif kehidupan Pramoedya Ananta Toer, seorang tokoh sastra Indonesia yang ikonik. Pramoedya dikenal sebagai salah satu penulis terbesar Indonesia, yang karyanya seperti novelnya berjudul Bumi Manusia dan Jejak Langkah memiliki dampak yang mendalam pada sastra Indonesia. “Novel Jejak Langkah ini saja sudah diterjemahkan lebih dari 10 bahasa di dunia, karena saking fenomenalnya,” ungkap Moh. Fikri Zulfikar, pemantik diskusi film tersebut.

Acara pemutaran film dokumenter ini disambut dengan antusiasme yang luar biasa. Para penonton tidak hanya dari mahasiswa UIT Lirboyo saja, tetapi ada dari mahasiswa lain seperti dari IAIN Kediri. Kebanyakan dari mahasiswa ini terpesona oleh cara film ini karena menggambarkan perjuangan Pramoedya dalam berkarya di tengah tekanan politik pada masanya. Film tersebut menghadirkan wawancara eksklusif dengan orang-orang terdekat Pramoedya, memberikan gambaran mendalam tentang sosok yang begitu kompleks dan penuh inspirasi. “Walaupun diasingkan di Pulau Buru, Pram masih bisa menulis. Hingga empat novel yang dikenal sebagai tetralogi Buru pun itu lahir,” ujar pemantik yang juga sabagai Kaprodi Tadris Bahasa Indonesia ini.

Pemilihan judul “Mendengar Si Bisu Menyanyi” memberikan makna mendalam, mencerminkan perjuangan Pramoedya yang sering kali terdiam oleh kebijakan pemerintah namun tetap bersuara melalui karyanya. Film ini berhasil menyampaikan pesan bahwa kata-kata Pramoedya masih hidup, meskipun suaranya mungkin terdengar bisu dalam keheningan sejarah.

Para penonton tidak hanya diberikan wawasan tentang kehidupan pribadi Pramoedya, tetapi juga dihadapkan pada situasi politik dan sosial Indonesia pada masa itu. Film dokumenter ini berhasil merangkum perjalanan sejarah yang terkait dengan kehidupan Pramoedya, menyoroti momen-momen krusial dalam perkembangan Negara terutama ketika menjelang dan pasca peristiwa berdarah tahun 1965. “Karya-karyanya sangat menggambarkan isu-isu kemanusiaan, hingga akhirnya dia pun pernah masuk nominasi pemenang nobel sastra dunia,” terang Fikri.

Setelah pemutaran film diikuti dengan sesi tanya jawab dan diskusi bersama. Penonton dapat berinteraksi langsung dan mendalami cerita di balik layar produksi, menambahkan dimensi baru pada pengalaman menonton mereka. “Mendengar Si Bisu Menyanyi” bukan hanya sebuah dokumenter tentang seorang sastrawan, tetapi juga sebuah perjalanan emosional yang mengajak penonton untuk merenung tentang nilai-nilai kebebasan berekspresi, keberanian, dan kekuatan kata-kata dalam menghadapi berbagai tantangan,” ungkap M. Abidzar Maulana G, moderator sekaligus mahasiswa Tadris Bahasa Indonesia UIT Lirboyo.

About Tadris Bahasa Indonesia

Check Also

Saling Bersinergi Antar Prodi Tadris Bahasa Indonesia di Kediri

Dalam upaya memperkuat dan memperluas pendidikan tinggi antar program studi (prodi) di dua kampus keislaman …